DEFINISI AL-QUR’AN HADIS DAN KEDUDUKANNYA DALAM BIDANG ILMU
KEISLAMAN
A. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah sumber utama ajaran Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali
pelajaran yang dapat diambil. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
melalui perantara malaikat Jibril. Keistimewaan Al-Qur’an dibandingkan dengan
kitab-kitab suci yang lain ialah kemurnian atau keaslian Al-Qur’an dijaga
langsung oleh Allah, agar tidak ada satupun ayat-Nya yang berubah. Sebagaimana
ditgaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan
Kami pula-lah yang menjaganya”
Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup umat islam memiliki banyak fungsi antara lain, sebagai
bukti atas kerasulan Muhammad SAW, Sebagai pedoman hidup manusia untuk
membedakan yang hak dan yang batil (Al-Furqan). Dapat menjadi peringatan
(Al-Dzikr) manakala manusia lalai dalam menjalankan syariat yang dititahkan
Tuhan, dapat menjadi pemberi keterangan penjelasan (bayyin) ketika manusia
mengalami kebuntuan dalam menghadapi segala persoalan yang dihadapi, dan sebgai
petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariat, dan akhlak. Al-Qur’an
adalah risalah Allah untuk seluruh umat manusia. Banyak dalil-dalil yang secara
mutawatir diriwayatkan berkaitan dengan masalah ini, baik dari al-Qur’an maupun
dari hadis, di antaranya,
“Katakanlah (hai Muhammad); Hai sekalian manusia!
Sesungguhnya Aku adalah pesuruh Allah kepada kamu semua, (diutus oleh Allah)
yang menguasai langit dan bumi, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia yang menghidupkan dan mematikan. Oleh sebab itu, berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan
kalmat-kalimatNya (kitab-kitabNya); ikutilah dia, supaya kamu mendapat
hidayah.”(Al-A’raf: 158)
B. Pengertian Hadis
Hadis
atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru – lawan
dari al-Qadim (lama) – artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat
atau waktu yang singkat seperti (orang yang baru masuk/memeluk agama islam).
Hadis juga sering disebut dengan al-khabar yang berarti berita, yaitu sesuatu
yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama
maknanya dengan hadis. Hadis dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut
diatas dapat di lihat pada beberapa ayat al-qur’an, seperti QS. Al-Thur (52) :
34, QS. Al-Kahfi (18) : 6, dan QS. Al-Dhuha (93) : 11. Demikian pula dapat
dilihat pada hadis berikut
يُو شِكُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقُولَ هَذَا
كِتَابُ أللَّهِ مَا وَجَدْنَا فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ اسْتَحْلَلْنَاهُ وَمَا وَجَدْنَا
فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَّمْنَاهُ أَلاَ مَنْ بَلَغَهُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَبَ بِهِ
فَقَدْ كَذَبَ بِهِ ثَلاَثَةً, اللَّهُ وَ رَسُوْلَهُ وَالَّذِي حَدَثَ بِهِ
“Hampir-hampir ada seseorang diantara kamu yang akan
mengatakan “ini kitab Allah” apa yang halal didalamnya kami halalkan dan apa
yang diharamkan didalamnya kami haramkan. Ketahuilah barang siapa yang sampai
kepadanya suatu hadis dariku kemudian dia mendustakannya, berati ia telah
mendustakan tiga pihak, yakni Allah, Rasul, dan orang yang menyampaikan hadis
tersebut”.
Secara
umum fungsi Hadis adalah untuk menjelaskan makna kandungan Al-Qur’an yang
sangat dalam dan global atau li al-bayan (menjelaskan). Hanya penjelasan itu
kemudian oleh para ulama diperinci ke berbagai bentuk penjelasan. Secara garis
besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) Hadis terhadap Al-Qur’an, yaitu
sebagai berikut :
a. Posisi
hadis memperkuat keterangan al-Qur’an
(ta’kid).
b. Hadis
sebagai penjelas (bayan) terhadap Al-Qur’an. Penjelasan yang diberikan ada tiga
macam, yaitu sebagai berikut:
1. Memberi
penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat global
(tafsil al-mujmal)
2. Hadis
mengkhususkan ayat-ayat al-Qur’an yang umum (takhshish al-‘amm)
3. Membatasi
kemut’lakan ayat al-Qur’an (taqyid al-muthlaq)
c. Hadis
mencabang dari pokok dalam al-Qur’an (tafri’ ‘ala al-ashl)
d. Menciptakan
hukum syari’at (tasyri’) yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an, disebut bayan
tasyri’
1. Bentuk-bentuk
Hadis
a. Hadis
Qauli : segala yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau
ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang
berkaitan dengan akidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya.
b. Hadis
Fi’li : segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai
kepada kita.
c. Hadis
Taqriri : segala hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang
dari sahabatnya.
d. Hadis
Hammi : hadis yang berupa hasrat Nabi SAW yang belum terealsasikan, seperti
halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura.
e. Hadis
Ahwali : hadis yang berpa hal ihwal Nabi SAW yang menyangkut keadaan fisik,
sifat-sifat dan kepribadiannya.
Ada beberapa istilah lain yang merupakan sinonim dari kata
hadis, yaitu sunah, khabar, dan atsar.
a. Sunah :
menurut bahasa adalah (al-sirah) yang artinya perjalanan atau sejarah baik atau
buruk masih bersifat umum. Perbedaan hadis dan sunah, jika penyandaran sesuatu
kepada Nabi walaupun baharu sekali dikerjakan atau bahkan masih berupa azam
(hadis wahmi) menurut sebagian ulama disebut hadis bukan sunah. Sunah harus
sudah berulang kali atau menjadi kebiasaan yang telah dilakukan Rasul.
b. Khabar :
menurut bahasa diartikan al-naba atau berita. Dari segi istilah muhadditsin
identik dengan hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik
secara marfu’ atau mawaquf dan atau maqthu’) baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan sifat. Mayoritas ulama mengkhususkan hadis adalah sesuatu yang
datang dari Nabi, sedang Khabar sesuatu yang datang dari padanya dan dari yang
lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain. Dengan
demikian khabar lebih umum daripada hadis dan dapat dikatakan bahwa setiap
hadis adalah khabar dan tidak sebaliknya.
c. Atsar :
menurut bahasa atsar diartikan peninggalan Nabi atau bekas sesuatu maksudnya
peninggalan nabi atau diartikan al-manqul (yang dipindahkan dari Nabi). Jadi,
Atsar lebih umum daripada Khabar, karena Atsar adakalanya berita yang datang
dari Nabi dan dari yang lain, sedangkan Khabar adalah berita yang datang dari
Nabi atau sahabat, sedangkan Atsar adalah yang datang dari Nabi atau dari
sahabat, dan yang lain.
C. Kedudukan Al-Qur’an dan Hadis dalam
Studi Ilmu Keislaman
Dengan
adanya Al-Qur’an, maka muncullah berbagai ilmu pengetahuan Islam. Karena ingin
memahami isi kandungan Al-Qur’an, orang menciptakan ilmu Tafsir. Karena ingin
mengerti maksud Al-Qur’an, orang bertanya pada Nabi Muhammad. Dan ucapan
(penjelasan), atau perbuatan Nabi, atau penetapannya menjadi penjelasan maksud
Al-Qur’an. Dengan demikian, muncul ilmu Hadis. Karena ingin mebaca al-Qur’an
dengan benar sesuai dengan kaidah bahasa Arab, muncullah ilmu Nahwu/Sharaf.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam al-Qur’an, seperti yang dikatakan
oleh M. Quraish Shihab, terdapat jiwa ayat-ayat yang mendorong terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu umum atau ilmu-ilmu agama.